Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kata "norma" mengandung arti yang berbeda, seperti pedoman, pengangan, aturan, pengukur, sarana pencegah terjadinya penyimpangan. Norma sering kali dilukiskan sebagai tongkat pengukur atau standar. Dalam pengertian dasariah, norma berarti pedoman, pegangan, aturan atau pengukur. Umumnya yang dimaksudkan dengan kata norma dalam dunia moral adalah aturan yang menjadi orientasi tingkah laku. Aturan ini menjadi orientasi tingkah laku dari sejumlah atau pun sekelompok dalam dunia moral pada hakekatnya menunjuk pada nilai-nilai dasariah yang mengandung arti sebenarnya dalam hidup manusia. Nilai-nilai adalah positif dan menjadi takaran tindak-tanduk manusia. Norma moral memiliki cirri khas yaitu melayani manusia dan sekelompok manusia. Norma bertujuan membantu manusia, agar lebih mampu hidup dengan baik demi perwujudan diri manusia yang sebenarnya dalam hubungan dengan James P. Hanigan, norma moral dibedakan menjadi dua, yaitu norma moral obyektif dan norma moral subyektif. Norma moral obyektif adalah norma yang berada di luar diri si pengambil keputusan. Norma ini tidak tergantung pada pribadi yang memutuskan, tetapi berada secara independent. Sedangkan norma moral subyektif adalah norma yang tidak terlepas dari pribadi atau subyek yang mengambil keputusan dan dapat diterima hanya oleh subyek itu. Suara hati sering kali disebut norma moral subyektif, sebab suara hati dimiliki oleh seluruh pribadi si subyek. Suara hati manusia memang tak terpisah dari pribadi yang memiliki suara hati. Setiap manusia menjadi kewibawaan eksklusif tentang apa yang diperintahkan suara hatinya. Tidak seorang pun, selain si empunya suara hati, tang berhak atau berkemampuan untuk memutuskan dengan cermat dan pasti mengenai integritas keputusan suara hati si pribadi. Namun, dalam hal ini kita tetap berhak untuk mengatakan bahwa keputusan suara hati tidak benar dan memintanya untuk mempertimbangkannya kembali. Tentu, di hadapan tuntutan pribadi untuk mengikuti suara hati, kita tidak mempunyai alasan untuk menyatakan tidak setuju. Suara hati adalah hati rahasia seseorang di mana dia sendiri dan hanya Tuhan bisa memasukinya. Dalam hal ini perlu diingat bahwa seperti semua tindakan dari subyek manusia, tindakan itu juga merupakan tindakan pengetahuan dan kehendak, tindakan mengetahui dan mencintai, tindakan-tindakan itu memang nyata. Tindakan-tindakan subyek kita, seperti mengetahui dan mencintai adalah kenyataan dalam kehidupan kita. Yang seharusnya lebih dipertimbangkan ialah apakah yang diputuskan oleh suara hati seseorang itu benar atau tidak?Tentu suara hati sebagai norma moral subyektif tidak berarti bahwa suara hati tidak mampu mencapai kebenaran dan kelurusan dalam suatu keputusan, sebab suara hati yang benar, pasti dan baik tentu dapat mengambil keputusan yang benar dan bias dipertanggungjawabkan. Walaupun suara hati sebagai norma subyektif terakhir dari tingkah laku moral, suara hati haruslah menyesuaikan diri dengan norma-norma yang lebih tinggi dari dunia kebenaran onyektif. Pendekatan diri suara hati kepada norma-norma obyektif dalam pengambilan keputusan bias dianggap sebagai suara hati yang hati adalah pusat kemandirian manusia. Tuntutan-tuntutan lembaga-lembaga normatif seperti masyarakat, ideologi dan juga super ego kita sendiri, tidak berhak untuk mengikat hati kita begitu saja. Terhadap segala macam perintah, peraturan, larangan dan kebiasaan yang berasal dari berbagai pihak masyarakat, serta terhadap segala macam tuntutan ideologis, begitu pula terhadap super ego yang ada dalam dirinya, manusia secara moral hanyalah berkewajiban untuk menaatinya sejauh sesuai dengan suara diri manusia suara hati berperan sebagai hakim, saksi dan jaksa. Sebagai hakim merupakan suara hati menimbang, menilai dan member keputusan entah sesuatu itu baik atau buruk; baik untuk hal yang akan dilakukan maupun yang telah dilakukan. Sebagai saksi merupakan suara hati membenarkan atau menyangkal, member dukungan atau teguran akan keputusan yang telah diambil. Sebagai jaksa merupakan suara hati melemparkan tuduhan dakwaan akan hal yang telah atau akan dilakukan. Buku yang dipakaiNadeak, Largus. Topik-topik Teologi Moral Fundamental Memahami tindakan manusiawi dengan Rasio dan Iman. Medan Bina Media Perintis, Peter C. Moral Dasar Prinsip-prinsip Pokok Hidup Kristiani. Jakarta Obor, Albert. Moral Dasar [Diktat]. Pematangsiantar STFT St. Yohanes, 1996. Lihat Filsafat Selengkapnya
Tanpakasih Allah, tidak mungkin kita bisa mengasihi sesama seperti diri sendiri. Karena pada dasarnya, kita ini serba terbatas. Kasih yang kita miliki pun terbatas. Tanpa kasih Allah, kita hanya bisa mengasihi sesama dengan kasih manusia yang sifatnya egois, yang mementingkan diri sendiri. Kasih yang egois inilah yang membuat banyak pernikahanapa korelasi bunyi hati demgan kasih pada sesama?​B. Tugas 1. Bagaimana cara kerja bunyi hati? 2. Apa kekerabatan suara hati dgn Allah, apa konsekuensinya? 3. Apa relasi bunyi hati dgn Roh Kudus? 4. Apa kekerabatan suara hati dgn kasih pada Allah?​Apa relasi suara hati dgn kasih pada sesama?apa kekerabatan bunyi hati dgn kasih pada sesamaApa hubungan bunyi hati dgn kasih pada sesama Apa hubungan bunyi hati dgn kasih pada sesama ​ apa korelasi bunyi hati demgan kasih pada sesama?​ Jawaban relevansinya yaitu karna hati diciptakan untuk manusia biar memiliki perasaan , karna itu ada kekerabatan hati & kasih kpd insan, karna kasih bikin hadirnya perasaan Penjelasan semoga menolong maaf kalo salah B. Tugas1. Bagaimana cara kerja bunyi hati?2. Apa kekerabatan suara hati dgn Allah, apa konsekuensinya?3. Apa relasi bunyi hati dgn Roh Kudus?4. Apa kekerabatan suara hati dgn kasih pada Allah?​ Jawaban pada saat menjelang bertindak ia bertindak sebagai hakim iudeks yg menyuruh kita melaksanakan yg baik & melarang atau menghindari yg jahat hati dapat pula di artikan inti insan yg paling belakang layar dimana insan yg bersama dgn Allah Apa relasi suara hati dgn kasih pada sesama? yakni hubungan suatu persahabatan apa kekerabatan bunyi hati dgn kasih pada sesama hubunganya karena hati diciptakan untuk manusia semoga mempunyai perasaan alasannya itu ada relasi hati dgn kasih pada manusia …lantaran kasih muncul dr perasaan.. maaf klk salah Apa hubungan bunyi hati dgn kasih pada sesama Apa hubungan bunyi hati dgn kasih pada sesama ​ Jawaban Sama2 saling membutuhkan
CaraMengembangkan Kepedulian. Dengan membangun kepedulian Anda bisa memiliki kemampuan untuk berempati kepada orang lain dan menjalani hidup berdasarkan rasa kasih sayang, cinta kasih, dan belas kasih kepada orang-orang di sekitar Anda. Selalu ada saja godaan untuk menjalani hidup yang hanya peduli pada kepentingan diri sendiri dan terfokusApa kasih sejati yang menyentuh setiap hati itu? Mengapa kalimat sederhana “Saya mengasihimu” mengingatkan sukacita yang bersifat universal? Orang memberikan berbagai alasan, namun alasan sebenarnya adalah bahwa setiap orang yang datang ke dunia adalah putra dan putri Allah. Karena semua kasih berasal dari Allah, kita dilahirkan dengan kemampuan dan keinginan untuk mengasihi dan dikasihi. Salah satu hubungan terkuat yang kita miliki dengan kehidupan prafana kita adalah betapa besar Bapa Kita dan Yesus Kristus mengasihi kita dan betapa besar kita mengasihi Mereka. Meskipun tabir menutupi ingatan kita, kapan pun kita merasakan kasih sejati, hal itu membangkitkan kerinduan yang tidak dapat dipungkiri. Menanggapi kasih sejati adalah bagian dari keberadaan kita. Kita secara alami menginginkan untuk menghubungkan kembali, di sini, kasih yang kita rasakan di sana. Hanya ketika kita merasakan kasih Allah dan mengisi hati kita dengan kasih-Nya kita dapat sungguh-sungguh berbahagia. Kasih Allah memenuhi seluruh bumi; oleh karenanya, tidak ada kekurangan kasih di alam semesta ini, hanya dalam kesediaan kita untuk melakukan apa yang diperlukan untuk merasakannya. Untuk melakukan ini, Yesus menjelaskan bahwa kita harus “[meng]asihi Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu … jiwamu … kekuatanmu … akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” Lukas 1027. Semakin kita mematuhi Allah semakin kita berkeinginan untuk menolong sesama. Semakin kita menolong sesama semakin kita mengasihi Allah, begitu seterusnya. Sebaliknya, semakin kita tidak mematuhi Allah dan semakin kita egois, semakin sedikitlah kasih yang kita rasakan. Berusaha memperoleh kasih yang bertahan selamanya tanpa mematuhi perintah Allah adalah seperti berusaha memuaskan dahaga dengan minum dari gelas yang kosong—Anda dapat melakukan tindakan itu, namun Anda akan tetap dahaga. Demikian juga, berusaha menemukan kasih tanpa menolong dan berkurban bagi sesama adalah seperti berusaha hidup tanpa makan—itu bertentangan dengan hukum alam dan tidak dapat berhasil. Kita tidak dapat memalsukan kasih. Kasih harus menjadi bagian dari kita. Nabi Mormon menjelaskan “Kasih yang murni adalah kasih suci Kristus dan kasih itu bertahan untuk selamanya; dan barangsiapa kedapatan memiliki kasih itu pada hari terakhir, ia akan selamat. Oleh karena itu, saudara-saudaraku yang kukasihi, berdoalah kepada Bapa dengan segala kekuatan hati, supaya kamu boleh dipenuhi dengan kasih ini” Moroni 746–47. Allah berkeinginan untuk menolong kita merasakan kasih-Nya—di mana pun kita berada. Izinkanlah saya memberi sebuah contoh. Sebagai misionaris muda, saya ditugaskan ke sebuah pulau kecil yang berpenduduk sekitar 700 jiwa di pedalaman Pasifik Selatan. Bagi saya panasnya sungguh menyengat, nyamuknya banyak sekali, dan lumpur di mana-mana, bahasanya mustahil untuk dipelajari, dan makanannya—“berbeda.” Setelah beberapa bulan, pulau kami dilanda badai hebat. Kerusakan yang ditimbulkan sangatlah besar. Hasil panen hancur, kehidupan lenyap, rumah-rumah rubuh, serta stasiun telekomunikasi—satu-satunya hubungan kami ke dunia luar—rusak. Sebuah kapal kecil milik pemerintah biasanya datang setiap satu atau dua bulan, jadi dengan hemat kami menggunakan cadangan makanan yang kami miliki untuk empat atau lima minggu berikutnya, dengan harapan kapal itu akan datang. Namun tidak satu pun kapal yang datang. Setiap hari kami menjadi semakin lemah. Masih ada tindakan kebaikan, namun ketika minggu keenam dan ketujuh berlalu dengan sangat minimnya makanan, kekuatan kami benar-benar lenyap. Rekan saya, Feki, penduduk asli di situ, menolong saya semampu dia, namun ketika minggu kedelapan tiba, saya tidak memiliki tenaga sama sekali. Saya hanya duduk di bawah pohon yang rindang. Saya berdoa dan membaca tulisan suci serta meluangkan banyak waktu merenungkan hal-hal yang bersifat kekal. Minggu kesembilan tiba dengan sedikit perubahan jasmani. Namun, ada berubahan besar di dalam batin. Saya merasakan kasih Tuhan lebih dalam dibanding sebelumnya dan untuk pertama kalinya belajar bahwa kasih-Nya adalah “hal yang paling patut diinginkan melebihi segala hal. … Ya, dan yang paling menyenangkan jiwa” 1 Nefi 1122–23. Saat itu saya kelihatan kurus kering. Saya ingat menyaksikan, dengan kekhidmatan yang dalam, hati saya berdegup, paru-paru saya berdetak, dan berpikir betapa luar biasanya tubuh yang telah Tuhan ciptakan untuk menampung roh kita yang sama luar biasanya! Pemikiran akan suatu persatuan yang permanen dari kedua unsur itu, yang menjadi mungkin melalui kasih Juruselamat, kurban penebusan, serta Kebangkitan, sedemikian mengilhami dan memuaskan sehingga ketidaknyamanan fisik apa pun sirna dan terlupakan. Ketika kita memahami siapa Allah, siapa kita, betapa Dia mengasihi kita, dan apa rencana-Nya bagi kita, rasa takut sirna. Ketika kita mendapat sekelumit gambaran akan kebenaran-kebenaran ini, kecemasan kita terhadap hal-hal yang bersifat duniawi lenyap. Untuk memikirkan kita sebenarnya mempercayai kebohongan-kebohongan Setan bahwa kekuasaan, kemasyhuran, atau kemakmuran duniawi penting, benar-benar menggelikan—atau justru sebaliknya akan sangat menyedihkan. Saya belajar bahwa sama seperti roket yang mengatasi kekuatan gravitasi untuk melaju cepat menuju ruang angkasa, demikian juga kita harus mengatasi tarikan dunia untuk melaju menuju kenyataan-kenyataan akan pemahaman serta kasih. Saya menyadari kehidupan fana saya mungkin akan berakhir di pulau kecil itu, namun tidak ada kepanikan. Saya tahu kehidupan akan terus berlanjut, baik di sini maupun di sana, itu tidaklah menjadi masalah. Yang sangat berarti adalah berapa banyak kasih yang saya miliki di dalam hati saya. Saya tahu saya memerlukannya lebih banyak lagi! Saya tahu bahwa kebahagiaan kita sekarang dan selamanya tidak dapat tak terikat pada kemampuan kita untuk mengasihi. Ketika pikiran-pikiran itu mengisi dan mengangkat jiwa saya, perlahan-lahan saya menyadari akan suara-suara yang menyenangkan. Mata rekan saya berbinar saat dia mengatakan, “Kolipoki, ada kapal datang, dan penuh dengan makanan. Kita selamat! Apakah kamu tidak senang?” Saya tidak yakin. Tetapi karena kapal itu telah tiba, pastilah itu jawaban dari Allah, jadi memang, saya bahagia. Feki memberi saya makanan seraya mengatakan, “Ini, makanlah.” Saya ragu-ragu. Saya melihat makanan itu. Saya menatap Feki. Saya memandang ke langit dan menutup mata saya. Saya merasakan sesuatu yang sangat dalam. Saya bersyukur kehidupan saya di sini akan berlanjut terus seperti sebelumnya, namun ada perasaan pedih—rasa penangguhan yang lembut, seperti saat gelap menutupi indahnya warna-warni cakrawala senja dan Anda menyadari harus menunggu malam berikutnya untuk menikmati keindahan seperti itu lagi. Saya tidak yakin ingin membuka mata saya, namun saya menyadari bahwa kasih Allah telah mengubah segalanya. Panas, lumpur, nyamuk, orang-orang, bahasa, makanan bukanlah tantangan lagi. Mereka yang telah berusaha menyakiti saya tidak lagi menjadi musuh saya. Setiap orang adalah saudara saya. Dipenuhi dengan kasih Allah merupakan hal yang paling menggembirakan dari segalanya dan itu sepadan dengan setiap usaha yang diperlukan. Saya berterima kasih kepada Allah untuk waktu yang terpilih ini dan banyaknya pengingat akan kasih-Nya—matahari, bulan, bintang, bumi, kelahiran anak, senyuman teman. Saya berterima kasih kepada-Nya untuk tulisan suci, kesempatan istimewa untuk berdoa, dan untuk pengingat yang menakjubkan akan kasih-Nya itu—sakramen. Saya belajar bahwa ketika kita menyanyikan nyanyian rohani sakramen dengan maksud yang sungguh-sungguh, seperti “Betapa bijak Pengasih!” atau “Tuhan benar mengasihi dan haruslah kita” akan membesarkan hati kita dengan kasih dan rasa syukur lihat “Betapa Bijak Pengasih,” Nyanyian Rohani, no. 81; “Ada Bukit yang Sangat Jauh,” Nyanyian Rohani, no. 83. Ketika kita dengan tulus mendengarkan doa sakramen, ungkapan seperti “selalu mengingat Dia,” “mematuhi perintah-perintah-Nya,” “agar roh-Nya selalu menyertai mereka” akan memenuhi hati kita dengan keinginan yang besar untuk menjadi orang-orang yang lebih baik A&P 2077, 79. Kemudian ketika kita dengan hati yang patah dan jiwa yang penuh sesal mengambil roti dan air, saya tahu kita dapat merasakan serta bahkan mendengarkan kata-kata yang paling luar biasa itu “Saya mengasihimu. Saya mengasihimu.” Saya mengira saya tidak dapat melupakan perasaan-perasaan ini, namun daya tarik dunia sangatlah kuat dan kita cenderung jatuh. Namun Allah terus mengasihi kita. Beberapa bulan setelah saya memperoleh kekuatan kembali, kami diserang badai lain yang sangat hebat, namun kali ini saya berada di laut. Ombak tersebut menjadi sedemikian hebat sehingga menggulingkan kapal kecil kami, dan melemparkan kami bertiga ke tengah lautan yang sedang mengamuk. Ketika saya mendapati diri saya terombang-ambing di tengah lautan, saya heran, takut, dan agak sedih. “Mengapa ini terjadi?” pikir saya. “Saya seorang misionaris. Di mana perlindungan untuk saya? Misionaris tidak seharusnya berenang.” Namun jika saya ingin hidup saya harus berenang. Setiap kali saya menggerutu saya mendapati diri saya tenggelam, jadi saya tidak lagi menggerutu. Segala sesuatu akan tetap seperti itu, dan menggerutu tidak akan menolong. Saya membutuhkan setiap tenaga untuk menjaga kepala saya agar tetap berada di atas air dan berenang ke tepian pantai. Karena pernah mendapat piagam di Pramuka, saya cukup percaya diri untuk berenang, namun berulang kali angin dan ombak membuat saya kelelahan. Saya tidak pernah berhenti berusaha, namun ada waktunya ketika otot-otot saya tidak lagi dapat bergerak. Saya berdoa di dalam hati, namun masih saja saya tenggelam. Ketika saya akan tenggelam mungkin untuk ter-akhir kalinya, Tuhan mengilhamkan ke dalam pikiran serta hati saya suatu perasaan kasih yang dalam bagi orang yang sangat istimewa. Seolah-olah saya dapat melihat dan mendengarnya. Walaupun dia jauh dari saya, kasih itu melewati jarak yang jauh, serta menembus ruang dan waktu, menyelamatkan saya dari kedalaman lautan—mengangkat saya dari kepedihan dan kematian serta membawa saya ke terang dan kehidupan serta harapan. Dengan tenaga yang muncul tiba-tiba, saya berenang ke tepian, di mana saya menemukan teman-teman sekapal saya. Jangan lagi meremehkan kekuatan kasih sejati, karena kasih itu tidak mengenal rintangan. Apabila dipenuhi dengan kasih Allah, kita dapat melakukan dan melihat serta memahami hal-hal yang sebaliknya tidak dapat kita lakukan atau pahami. Dengan dipenuhi kasih-Nya, kita dapat menahan rasa sakit, mengurangi ketakutan, mengampuni dengan bebas, menghindari pertentangan, memperbarui kekuatan, serta memberkati dan menolong sesama dengan cara-cara yang mengagumkan bahkan kepada diri kita sendiri. Yesus Kristus penuh dengan kasih yang tak terhingga sewaktu Dia menahan kepedihan, kelaliman, dan ketidakadilan yang tak tertanggungkan bagi kita. Melalui kasih-Nya bagi kita, Dia bangkit mengatasi semua hal yang merupakan rintangan yang tak mungkin dikalahkan. Kasih-Nya tidak mengenal rintangan. Dia mengundang kita untuk mengikuti-Nya dan mengambil bagian dari kasih-Nya yang tak terbatas, agar kita juga, dapat bangkit mengatasi kepedihan dan kelaliman serta ketidakadilan dari dunia ini dan menolong, mengampuni, serta memberkati. Saya tahu Dia hidup, saya tahu Dia mengasihi kita. Saya tahu kita dapat merasakan kasih-Nya di sini dan saat ini. Saya tahu suara-Nya adalah suara yang halus dengan kelembutan sempurna, yang menembus sampai ke jiwa yang terdalam. Saya tahu Dia tersenyum dan penuh dengan belas kasihan serta kasih. Saya tahu Dia penuh dengan kelembutan, kebaikan hati, belas kasih, dan hasrat untuk menolong. Saya mengasihi Dia dengan sepenuh hati saya. Saya bersaksi bahwa bila kita siap, kasih murni-Nya bergerak langsung melintasi ruang dan waktu, menjangkau dan menyelamatkan kita, dari dosa, kepedihan, kematian atau dukacita dimana mungkin kita terjebak di dalamnya, dan membawa kita ke terang dan kehidupan serta kasih kekekalan. Dalam nama Yesus Kristus, amin.
tapikembali ke logika dan coba tinggalkan dulu masalah hati! Jika kita terus menjalin hubungan dengan sesama jenis, sesama wanita, apa yang kita dapat nanti. memang lah jika menuruti kata hati, aku pun sama tak akan bisa menjauh dari nya, tapii.. jika hubungan di teruskan, bahkan sampai ingin menikahi nya, itu akan menimbulkan dosa besar. Apa Artinya Mengasihi Sesama Kita ”Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.”​—MATIUS 2239. 1. Bagaimana kita memperlihatkan bahwa kita mengasihi Allah? APA yang Yehuwa tuntut dari para penyembah-Nya? Dengan beberapa patah kata yang sederhana tetapi berbobot, Yesus meringkaskan jawabannya. Ia mengatakan bahwa perintah terbesar adalah mengasihi Yehuwa dengan segenap hati, jiwa, pikiran, dan kekuatan kita. Matius 2237; Markus 1230 Seperti yang telah kita lihat dalam artikel sebelumnya, mengasihi Allah mencakup menaati Dia dan menjalankan perintah-perintah-Nya sebagai tanggapan atas kasih yang telah Dia perlihatkan kepada kita. Bagi mereka yang mengasihi Allah, melakukan kehendak-Nya bukan beban, melainkan kesenangan.​—Mazmur 408; 1 Yohanes 52, 3. 2, 3. Mengapa kita seharusnya mencermati perintah untuk mengasihi sesama kita, dan pertanyaan apa saja yang muncul? 2 Perintah terbesar kedua, kata Yesus, berkaitan dengan perintah pertama, ”Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.” Matius 2239 Perintah inilah yang akan kita ulas sekarang, dan ada alasan yang tepat untuk melakukannya. Zaman kita ditandai oleh jenis kasih yang menyimpang dan mementingkan diri. Dalam uraian terilhamnya tentang ”hari-hari terakhir”, rasul Paulus menulis bahwa orang-orang akan mengasihi, bukan satu sama lain, melainkan diri sendiri, uang, serta kesenangan. Banyak orang ”tidak memiliki kasih sayang alami”, atau menurut salah satu terjemahan Alkitab, mereka ”tidak memiliki kasih sayang yang normal terhadap keluarga mereka”. 2 Timotius 31-4 Yesus Kristus menubuatkan, ”Banyak yang akan . . . mengkhianati satu sama lain. . . . Kasih kebanyakan orang akan mendingin.”​—Matius 2410, 12. 3 Namun perhatikan, Yesus tidak mengatakan bahwa kasih semua orang akan mendingin. Sejak dahulu sampai kapan pun, selalu ada orang-orang yang memperlihatkan jenis kasih yang Yehuwa tuntut dan yang pantas Ia terima. Mereka yang benar-benar mengasihi Yehuwa akan berupaya keras memandang orang lain menurut cara Allah memandang mereka. Namun, siapa sesama kita yang harus kita kasihi? Bagaimana hendaknya kita memperlihatkan kasih kepada sesama kita? Alkitab dapat membantu kita menjawab kedua pertanyaan yang penting ini. Siapa Sesama Saya? 4. Menurut Imamat pasal 19, orang Yahudi harus mengasihi siapa? 4 Sewaktu memberi tahu orang Farisi bahwa perintah terbesar kedua adalah mengasihi sesama seperti diri sendiri, Yesus sedang mengacu pada sebuah hukum spesifik yang diberikan kepada Israel. Itu dicatat di Imamat 1918. Di pasal yang sama, orang Yahudi diberi tahu untuk memandang orang selain orang Israel sebagai sesama mereka. Ayat 34 menyatakan, ”Penduduk asing yang berdiam sebagai orang asing denganmu itu, harus menjadi seperti penduduk asli bagi kamu; dan engkau harus mengasihi dia seperti dirimu sendiri, karena kamu dahulu menjadi penduduk asing di tanah Mesir.” Jadi, bahkan orang non-Yahudi, teristimewa proselit, harus diperlakukan dengan kasih. 5. Bagaimana pemahaman orang Yahudi tentang mengasihi sesama? 5 Namun, para pemimpin Yahudi pada zaman Yesus memiliki sudut pandangan yang berbeda. Ada yang mengajarkan bahwa istilah ”sahabat” dan ”sesama” hanya digunakan untuk orang Yahudi. Orang non-Yahudi harus dibenci. Guru-guru tersebut bernalar bahwa orang yang bertuhan harus memandang hina orang yang tidak bertuhan. ”Dalam iklim semacam itu,” kata sebuah karya referensi, ”mustahil kebencian bisa dipadamkan. Ada banyak hal yang justru mengobarkannya.” 6. Dua hal apa yang Yesus tandaskan sewaktu berbicara tentang mengasihi sesama? 6 Dalam Khotbahnya di Gunung, Yesus mengulas pokok ini, menunjukkan siapa yang seharusnya diperlakukan dengan kasih. Ia berkata, ”Kamu mendengar bahwa telah dikatakan, ’Engkau harus mengasihi sesamamu dan membenci musuhmu.’ Akan tetapi, aku mengatakan kepadamu Teruslah kasihi musuh-musuhmu dan berdoalah bagi orang-orang yang menganiaya kamu; agar kamu menjadi putra-putra Bapakmu yang di surga, karena dia membuat mataharinya terbit atas orang-orang yang fasik dan yang baik dan menurunkan hujan atas orang-orang yang adil-benar dan yang tidak adil-benar.” Matius 543-45 Di sini Yesus menandaskan dua hal. Pertama, Yehuwa murah hati dan baik hati kepada orang baik maupun orang jahat. Kedua, kita harus mengikuti teladan-Nya. 7. Pelajaran apa yang kita peroleh dari perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati? 7 Pada peristiwa lain, seorang Yahudi yang ahli dalam Hukum bertanya kepada Yesus, ”Siapa sesungguhnya sesamaku?” Yesus menjawab dengan menceritakan perumpamaan tentang seorang Samaria yang menemukan seorang pria Yahudi yang telah diserang dan dilucuti para perampok. Sekalipun bangsa Yahudi pada umumnya memandang hina bangsa Samaria, orang Samaria itu mengobati luka pria tersebut dan membawanya ke tempat yang aman di penginapan agar ia dapat pulih. Pelajarannya? Kasih kita akan sesama hendaknya menjangkau bukan hanya orang-orang yang sesuku, sebangsa, atau seagama dengan kita.​—Lukas 1025, 29, 30, 33-37. Apa Artinya Mengasihi Sesama Kita 8. Apa kata Imamat pasal 19 tentang bagaimana seharusnya kasih diperlihatkan? 8 Kasih akan sesama, seperti halnya kasih akan Allah, bukan sekadar perasaan; itu mencakup tindakan. Ada baiknya kita mengupas lebih lanjut konteks perintah yang dicatat di Imamat 19 yang mendesak umat Allah untuk mengasihi sesama seperti diri sendiri. Kita membaca bahwa orang Israel harus membiarkan orang-orang yang malang dan penduduk asing ikut memanen. Tidak boleh ada pencurian, penipuan, atau kecurangan. Dalam soal-soal pengadilan, orang Israel tidak boleh bersikap berat sebelah. Meskipun harus memberikan teguran bila perlu, mereka secara spesifik diberi tahu, ”Jangan membenci saudaramu dalam hatimu.” Perintah ini dan banyak perintah lainnya diringkaskan dalam kata-kata, ”Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.”​—Imamat 199-11, 15, 17, 18. 9. Mengapa Yehuwa memerintahkan bangsa Israel untuk tetap terpisah dari bangsa-bangsa lain? 9 Meskipun orang Israel harus mengasihi orang lain, mereka juga harus tetap terpisah dari para penyembah allah-allah palsu. Yehuwa memperingatkan bahaya dan konsekuensi pergaulan yang buruk. Misalnya, mengenai bangsa-bangsa yang harus dihalau oleh bangsa Israel, Yehuwa memerintahkan, ”Jangan membentuk ikatan pernikahan dengan mereka. Jangan memberikan putrimu kepada putra mereka, dan jangan mengambil putri mereka bagi putramu; karena mereka akan membuat putramu tidak lagi mengikuti aku dan melayani allah-allah lain; dan kemarahan Yehuwa akan berkobar terhadap kamu.”​—Ulangan 73, 4. 10. Apa yang perlu kita waspadai? 10 Demikian pula, orang Kristen waspada agar tidak menjalin hubungan dengan orang-orang yang bisa melemahkan iman mereka. 1 Korintus 1533 Kita didesak, ”Jangan memikul kuk secara tidak seimbang bersama orang-orang yang tidak percaya”, mereka yang bukan bagian dari sidang Kristen. 2 Korintus 6​14 Selain itu, orang Kristen dinasihati untuk menikah hanya ”dalam Tuan”. 1 Korintus 739 Namun, jangan sekali-kali kita memandang hina orang-orang yang tidak percaya kepada Yehuwa seperti halnya kita. Kristus mati bagi para pedosa, dan banyak orang yang dahulu mempraktekkan hal-hal yang keji telah berubah dan dirukunkan kembali dengan Allah.​—Roma 58; 1 Korintus 69-11. 11. Apa cara terbaik untuk memperlihatkan kasih kepada orang-orang yang tidak melayani Yehuwa, dan mengapa? 11 Dalam memperlihatkan kasih kepada orang-orang yang tidak melayani Allah, cara terbaik adalah meniru Yehuwa sendiri. Meskipun membenci kefasikan, Ia memperlihatkan kebaikan hati yang penuh kasih kepada semua orang dengan mengulurkan kesempatan untuk berbalik dari jalan-jalan mereka yang jahat dan memperoleh kehidupan abadi. Yehezkiel 1823 Yehuwa ”ingin agar semuanya bertobat”. 2 Petrus 39 Ia menghendaki agar ”segala macam orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan yang saksama tentang kebenaran”. 1 Timotius 24 Itulah sebabnya Yesus mengamanatkan kepada para pengikutnya untuk mengabar dan mengajar serta membuat ”orang-orang dari segala bangsa menjadi murid”. Matius 2819, 20 Dengan ikut serta dalam pekerjaan ini, kita memperlihatkan kasih kepada Allah dan juga sesama, ya, bahkan musuh-musuh kita! Kasih kepada Saudara-Saudari Kristen Kita 12. Apa yang rasul Yohanes tulis tentang soal mengasihi saudara kita? 12 Rasul Paulus menulis, ”Biarlah kita melakukan apa yang baik untuk semua orang, tetapi teristimewa untuk mereka yang adalah saudara kita dalam iman.” Galatia 610 Sebagai orang Kristen, kita wajib memperlihatkan kasih kepada mereka yang memiliki pertalian dengan kita dalam iman​—saudara dan saudari rohani kita. Seberapa pentingkah kasih ini? Rasul Yohanes menandaskannya dengan menulis, ”Setiap orang yang membenci saudaranya adalah pembunuh manusia. . . . Jika seseorang menyatakan, ’Aku mengasihi Allah’, namun membenci saudaranya, ia adalah pendusta. Karena ia yang tidak mengasihi saudaranya yang ia lihat, tidak dapat mengasihi Allah, yang tidak ia lihat.” 1 Yohanes 315; 420 Kata-kata ini sungguh tegas. Yesus Kristus menggunakan sebutan ”pembunuh manusia” dan ”pendusta” untuk Setan si Iblis. Yohanes 844 Kita pasti tidak mau sebutan itu digunakan untuk kita! 13. Dengan cara apa saja kita dapat memperlihatkan kasih bagi rekan seiman? 13 Orang Kristen sejati ”diajar Allah untuk saling mengasihi”. 1 Tesalonika 49 Kita harus mengasihi ”bukan dengan perkataan ataupun dengan lidah, melainkan dengan perbuatan dan kebenaran”. 1 Yohanes 318 Kasih kita haruslah ”tanpa kemunafikan”. Roma 129 Kasih menggerakkan kita untuk berbaik hati, beriba hati, suka mengampuni, panjang sabar dan tidak cemburu, menyombongkan diri, arogan, atau mementingkan diri. 1 Korintus 134, 5; Efesus 432 Kasih mendesak kita untuk ’bekerja bagaikan budak seorang bagi yang lain’. Galatia 513 Yesus menyuruh murid-muridnya untuk mengasihi satu sama lain sebagaimana ia mengasihi mereka. Yohanes 1334 Oleh karena itu, seorang Kristen hendaknya rela memberikan bahkan nyawanya demi rekan seiman bila perlu. 14. Bagaimana kita dapat memperlihatkan kasih dalam keluarga? 14 Kasih khususnya harus diperlihatkan dalam keluarga Kristen dan teristimewa antara suami dan istri. Sedemikian eratnya ikatan perkawinan sehingga Paulus mengatakan, ”Suami-suami harus mengasihi istri mereka seperti tubuh mereka sendiri.” Ia menambahkan, ”Ia yang mengasihi istrinya mengasihi dirinya sendiri.” Efesus 528 Paulus mengulangi nasihat ini di ayat 33. Suami yang mengasihi istrinya tidak akan meniru orang Israel pada zaman Maleakhi yang mengkhianati pasangan hidupnya. Maleakhi 214 Ia akan menyayangi istrinya. Ia akan mengasihi istrinya sebagaimana Kristus mengasihi sidang. Demikian pula, kasih akan menggerakkan istri untuk merespek suaminya.​—Efesus 525, 29-33. 15. Apa yang dikatakan dan dilakukan oleh beberapa orang setelah mengamati kasih persaudaraan kita beraksi? 15 Jelaslah, jenis kasih ini merupakan tanda pengenal orang Kristen sejati. Yesus mengatakan, ”Dengan inilah semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-muridku, jika kamu mempunyai kasih di antara kamu.” Yohanes 1335 Kasih kita kepada satu sama lain menarik orang lain kepada Allah yang kita kasihi dan wakili. Misalnya, dari Mozambik, ada laporan berikut tentang sebuah keluarga Saksi. ”Belum pernah kami melihat yang seperti ini. Pada siang hari, angin mulai bertiup dengan ganas, diikuti hujan lebat dan hujan es. Angin yang kencang itu menghancurkan rumah kami yang terbuat dari lalang, dan lembaran atap sengnya beterbangan. Sewaktu saudara-saudara kami dari sidang tetangga datang dan membantu membangun kembali rumah kami, para tetangga yang tercengang mengatakan, ’Agama kalian bagus sekali. Kami belum pernah mendapat bantuan seperti ini dari gereja kami.’ Kami membuka Alkitab dan memperlihatkan Yohanes 1334, 35. Banyak tetangga yang sekarang belajar Alkitab.” Kasih kepada Orang Perorangan 16. Apa perbedaan antara mengasihi sekelompok orang dan mengasihi orang perorangan? 16 Tidak sulit untuk mengasihi sesama kita secara kelompok. Namun, kasih kepada orang perorangan bisa jadi lain ceritanya. Misalnya, bagi beberapa orang, kasih kepada sesama sekadar berarti memberi sumbangan kepada suatu organisasi amal. Ya, jauh lebih mudah mengatakan bahwa kita mengasihi sesama ketimbang mengasihi seorang rekan kerja yang tampaknya tidak memedulikan kita, seorang tetangga yang menjengkelkan kita, atau seorang teman yang mengecewakan kita. 17, 18. Bagaimana Yesus memperlihatkan kasih kepada orang perorangan, dan apa motifnya? 17 Dalam hal mengasihi orang perorangan, kita belajar dari Yesus, yang dengan sempurna mencerminkan sifat-sifat Allah. Meskipun ia datang ke bumi untuk menyingkirkan dosa dunia, ia memperlihatkan kasih kepada orang perorangan​—seorang wanita yang sakit, seorang penderita kusta, seorang anak. Matius 920-22; Markus 140-42; 726, 29, 30; Yohanes 129 Demikian pula, kita memperlihatkan kasih kepada sesama melalui cara kita berurusan dengan orang perorangan yang kita temui setiap hari. 18 Namun, jangan pernah lupa bahwa kasih akan sesama berkaitan dengan kasih akan Allah. Sekalipun Yesus membantu orang miskin, menyembuhkan orang sakit, dan memberi makan orang lapar, motifnya sewaktu melakukan semua hal ini serta sewaktu mengajar kumpulan orang banyak ialah membantu orang-orang agar dirukunkan kembali dengan Yehuwa. 2 Korintus 519 Yesus melakukan segala sesuatu demi kemuliaan Allah, tidak pernah lupa bahwa karena ia mewakili Yehuwa, tindakannya akan mempengaruhi reputasi Bapak yang ia kasihi. 1 Korintus 1031 Dengan meniru teladan Yesus, kita pun dapat memperlihatkan kasih yang tulus kepada sesama dan pada saat yang sama tetap bukan bagian dari dunia umat manusia yang fasik. Bagaimana Kita Mengasihi Sesama seperti Diri Sendiri? 19, 20. Apa artinya mengasihi sesama seperti diri sendiri? 19 Yesus mengatakan, ”Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri.” Wajar bila kita memedulikan diri sendiri dan memiliki harga diri yang seimbang. Jika tidak, perintah itu tidak banyak artinya. Kasih yang patut kepada diri sendiri ini tidak sama dengan kasih yang mementingkan diri yang disebutkan oleh rasul Paulus di 2 Timotius 32. Sebaliknya, itu adalah respek yang masuk akal terhadap diri sendiri. Seorang sarjana Alkitab menggambarkannya sebagai ”kasih yang seimbang terhadap diri sendiri yang tidak narsistis atau terlalu mengagumi diri sendiri, tetapi juga tidak masokistis atau menganggap diri tidak berharga”. 20 Mengasihi orang lain seperti kita mengasihi diri sendiri berarti kita memandang orang lain sebagaimana kita ingin dipandang, serta memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Yesus berkata, ”Karena itu, segala sesuatu yang kamu ingin orang lakukan kepadamu, demikian juga harus kamu lakukan kepada mereka.” Matius 712 Perhatikan bahwa Yesus tidak menyuruh kita untuk mengingat-ingat apa yang telah orang lain lakukan kepada kita di masa lalu dan kemudian membalasnya dengan setimpal. Sebaliknya, kita harus memikirkan bagaimana kita ingin diperlakukan dan kemudian memperlakukan orang lain seperti itu. Perhatikan juga bahwa Yesus tidak membatasi kata-katanya hanya untuk sahabat dan saudara. Ia menggunakan kata ”orang”, boleh jadi untuk menunjukkan bahwa begitulah hendaknya kita memperlakukan semua orang, siapa saja yang kita temui. 21. Dengan mengasihi orang lain, apa yang kita pertunjukkan? 21 Dengan mengasihi sesama, kita akan terlindung dari perbuatan yang buruk. Rasul Paulus menulis, ”Kaidah hukum itu, ’Jangan berzina, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini milik orang lain’, dan perintah lain apa pun yang ada, diringkaskan dalam perkataan ini, yaitu ’Engkau harus mengasihi sesamamu seperti dirimu sendiri’. Kasih tidak melakukan apa yang jahat kepada sesamanya.” Roma 139, 10 Kasih akan menggerakkan kita untuk mencari cara-cara melakukan apa yang baik terhadap orang lain. Dengan mengasihi sesama manusia, kita mempertunjukkan bahwa kita juga mengasihi Pribadi yang menciptakan manusia menurut gambar-Nya, Allah Yehuwa.​—Kejadian 126. Apa Jawaban Saudara? • Kita hendaknya memperlihatkan kasih kepada siapa, dan mengapa? • Bagaimana kita dapat memperlihatkan kasih kepada orang yang tidak melayani Yehuwa? • Bagaimana Alkitab menggambarkan kasih yang seharusnya kita miliki terhadap saudara-saudara kita? • Apa artinya mengasihi sesama kita seperti diri sendiri? [Gambar di hlm. 26] ”Siapa sesungguhnya sesamaku?” [Gambar di hlm. 29] Kasih Yesus diulurkan kepada orang perorangan .